Senin, 14 Februari 2011

balada si musafir cintoo

Aku SANG MUSAFIR. MESKI KESAN ISTILAHNYA KENTAL DENGAN PADANG PASIR KEJADIANNYA TAK BERASAL DARI SITU. aq hanya seorang pemuda mungil yang mengembara menunutut ilmu di negeri orang.  terseok-seok kemajuan tekhnologi, di khianati kemodernan dan berulang kali terlibat hal senewen karena wanita.

Pernah suatu kali, teman sekelas , juara kelasnya malahan. wanita paling "kamek"  dikelasku pastinya, sedang bercerita pada teman sebangkunya bahwa ia mencintai seorang pria yang bermata sipit dikelasku. kebetulan jam istirahat  itu sedang dikelas, sedang menggaruk garuk kepala tepatnya, mencoba mengalihkan rasa laparku yang amat sangat. uang jajanku habis, ku habiskan untuk memuaskan NAFSU.(main P.S ). dasar NAIF,,,,,,,,!. Telingaku yang tajamnya lebih dari pisau silet ini pun menangkap sinyal sinyal aneh dari percakapan dua orang wanita didepanku.

Eureka, dadaku bergemuruh karena aqu lah stu satunya pria sipit di kelas ini. aq sendiri tlah lama suka pada dira.  dan mulailah hal gila itu terjadi. hidupku kian bersemangat, bahkan main PS pun aku tinggalkan.hal yg berharga yang aku tangkap  "ternyata jatuh cinta bisa membuat JAJANku lebih banyak".

tiap hari ku tulis-tulis untaian kata terindah di kertas double folio (maklum bansaik) lalu ku taruh di laci meja dira tiap pagi. tiap pagi aq membersihkan kursi dan mejanya sebelum ia datang.demi hal itu bahkan aqu datang lebih dulu dari penjaga sekolah. ah MADU.. kalimat andrea hirata terngiang di telingaku. lain waktu aqu sering memperhatikan wajah manis dira saat belajar. ku coba untuk melukis indahnya wajah gadis sipit itu di buku bintang oborku. hasinlnya mengejutkan, wajah dira hasil lukisanku jauh lebih seram dari kuntialanak SUZANA.

jatuh cinta cuih..... hal yang tak lumrah bagiku.
Namun madu itu akhirnya menjadi empedu karena pada suatu siang, saat kelas tlah bubar. ku lihat dira sedang bicara dengan sebuah poster di pojok kelas yang jadi penutup dinding yang rusak bekas tendangan siswa brutalyang patah hati karena cintanya ditolak buk indah, guru bahasa indonesia kami. dan karena ulahnya itu dinding yang tak berdosa menjadi korban sedangkan siswa brutal tadi meringkuk di RS M DJAMIL. patah tulang.

"oh my loveely dear, min hoo opa, hanya kau yang aku cintai di kelas ini " lirih dira dengan penuh haru. matanya berkaca-kaca. remuk sudah hatiku mendengarnya. bukan lantaran aq bukanlah pria sipit yang ia pilih namun ternyata wanita cantik, primadona yang selama ini aku puja puja, aqu nyanyikan saat bergitar di belakang rumah karena melarikan diri dari tugas mengepel ternyata sakit saraf " GILO ARTIS KOREA". tak habis aku bersyukur pada allah karena bisa melihat kejadian itu sebelum terlambat.

tak lama kemudian, dira berlalu setelah mencurahkan perasaannya pada lelaki ganteng itu. aku menghampiri poster td. "lee min hoo " nama itu tertulis gagah di poster itu, segagah gambar pria yang sedang tersenyum dengan setelan jas cream taik ayamnya.
"LEE MIN HOO"  akan ku ingat nama itu. ia telah membuat DIRA, cinta pertamaku gila. sejak itu aku menyatakan perang pada korea.


oleh: andre febra rilma
 medio desember 2010

Ketika Sesal Tiada Arti

Salju
Lelah mencari matahari
Ketika salju turun
Pohon hilang daun
Kemana ku cari lindungan
Saat tubuh menggigil dan pintu tertutup
Kemanakah ku kan lari
mencari api
Kemana?
Hanya duduk beku di ruang sunyi
Senja kian menguap. Berganti malam yang menghitam.Hanya gelap yang tampak dari jendela kaca kamar kos-kosanku.sesekali pendaran cahaya buram mobil-mobil dinas yang lewat menerawang masuk. 4 tahun sudah aku merantau ke negeri orang. Mengejar cita-citaku sejak kecil. Ya, Aku jadi penghuni salah satu perguruan tinggi terkenal di indonesia. Orang-orang sering menyebutnya kampus ganesha. Masuk dalam keramaian salah satu provinsi dengan penduduk terpadat di indonesia. Kota kembang merupakan nama lain dari kota tempat aku berjuang saat ini. Untuk memperoleh selembar kertas sebagai syarat untuk bisa diterima bekerja di seluruh perusahaan di indonesia ini.
Badanku menggigil hebat. Rasanya besok akan terasa begitu berat bagiku. Hanya bagiku mungkin. Karena teman-teman yang seprjuangan denganku justru akan merasakan hal yang berbanding terbalik denganku. Mereka pasti akan tertawa renyah, bersiul-siul dan tersenyum manis menatap lensa kamera. Dandanan yang elegan dan menor pasti akan menghiasi hari esok di audiotorium. Wajar saja hari spesial seperti ini hanya terjadi sekali seumur hidup. Harusnya aku gembira esok hari. Tapi menjelang esok datang seolah membuka kembali lembaran kelamku. Lembaran masa lalu yang akhirnya mebuatku merasa teramat sangat sedih saat ini. Malam ini jam terasa berjalan begitu lambat.
Krek.krek..krek. ku kunyah biskuit yang ku beli di swalayan sepulang dari kampus tadi. Sembari menyeruput segelas teh panas. Ku coba menenangkan pikiranku. Menunggu esok kan datang. Tapi tetap saja aku merasakan gelisah. Sesal lebih tepatnya. Teringat kata-kata dosenku beberapa waktu lalu “penyesalan akan selalu mengikuti seumur hidup, maka berhati-hatilah dalam bersikap”. Ironis , pesan itu membuat dadaku sesak. Memang pendek, namun begitu berarti buatku. Malahan terasa begitu dekat denganku.
Pagi itu, aku berangkat dengan penuh semangat. Seperti biasa dengan setelan baju wajib anak SMA. Putih abu-abu. Baju putih celana abu-abu,ikat pinggang hitam, sepatu hitam. Agar terkesan sedikit lebih casual, aku memakai baju lampis kaos putih. Biar lebih keren tepatnya. Biasalah kebiasaan anak muda, selalu ingin tampil keren agar jadi perhatian lawan jenisnya. Tak tekecuali juga aku. Aku yang juga menjabat sebagai ketua kelas merangkap ketua osis pastinya harus menjaga penampilan agar tampil rapi, sopan tetapi tidak culun.
Ku melangkah dengan pasti menuju sekolah tercinta. Setelah memadatkan perut dengan sepiring nasi goreng dan segelas teh hangat. Pamit dan salaman dengan orangtuaku, aku menggeber sepeda motorku dengan kecepatan sedang ke arah sekolah. Segarnya udara pagi. Tak hanya sehat, udara pagi yang bersih ini juga membuatku tambah bersemangat untuk menuntut ilmu. Aku sangat menikmati setiap perjalanan menuju ke sekolah. Bagiku ini sangat menyenangkan. Melewati jalanan yang tenang, melintasi persawahan yang hijau. Anak-anak kecil yang mengggemaskan memakai baju seragam putih-merah. Lucu sekali melihat ada yang bajunya kebesaran. Mungkin untuk menghemat biaya oleh orangtuanya. Bajunya dibelikan dua kali lebih besar ukurannya agar bisa dipakai untuk setahun berikutnya. Inilah indonesia, sumatera barat tepatnya. Selalu ada cerita dibalik fenomena-fenomena dari hal sederhana di sekitar kita.
Sekolah berjalan lancar seperti biasanya, matematika, fisika dan bahasa indonesia ku lalui dengan tenang. Alan teman sebangkuku tiba-tiba lari tergopoh-gopoh mengejarku yang sudah sampai di parkiran sekolah.
“ndre, pak kepala sekolah memanggilmu. Di tunggu diruang kepsek, ada sesuatu yang penting” ujarnya.
“oke. Aku kesana sekarang lan. Thanks bro “ jawabku
“sip “ katanya sembari berlalu keluar gerbang sekolah
Aku bergegas menuju ruangan kepala sekolah, disana beliau sudah menunggu dengan wajah penuh senyum
“Andre bapak punya kabar gembira untukmu. Sekolah kita mendapat formulir PMDK dari ITB. Suatu kesempatan yang sangat berharga jika dibiarkan begitu saja. Bapak telah mendiskusikan hal ini dengan majelis guru, dan kami sepakat kalau formulir itu diserahkan pada siswa terbaik SMA kita yaitu kamu. Bagaimana ndre? “ kata beliau
“Alhamdulilah, saya mau pak. Dari dulu saya memang mengidamkan untuk masuk ITB. Saya todak akan meyiakan peluang ini. Saya akan bicara langsung dengan orangtua saya pak” jawabku menahan haru.
“Baik. Kamu langsung saja mengurus semua sarat pendaftaran ke bidang kesiswaan ya”
“baik pak”
Aku menyampaikan kabar gembira ini dirumah. Semuanya begitu senang mendengarnya. Kedua adik perempuanku Dhita dan Indri. Bangganya aku. Hari ini begitu indah.
Waktu berlalu. Hingga sampai hari keberangkatanku ke Bandung. Namun malang menimpa. Adik ku jatuh sakit dan harus di operasi. Biayanya begitu mahal.orangtuaku terpaksa memakai uang yang tadinya untuk keberangkatanku ke bandung dipakai untuk biaya operasi adikku. Entah setan apa yang merasuki, aku marah dan sakit hati ats pelakuan itu. Padahal sebentar lagi perkuliahan akan dimulai. Ayah marah akan sikapku kau bertengakar hebat dengannya.
“ Anak kurang ajar. Tak punya otak.adikmu sakit tapi kau malah marah uang itu dipakai untuk biaya pengobatannya. Berangkat sajalah kau dari rumah ini. Kuliah dengan biayamu sendiri. Anakku tidak sekejam kau yang tega membiarkan adiknya menderita. Kelakuanmu tak uvbahnya binatang !!”
“baik aku berangkat, aku benci kau lelaki tua bangka. Harusnya kau memprioritaskan aku, karena ku anak pertama dan laki-laki pula. Jiak aku berhasil akulah yang akan menopang keluarga ini! Mulai hari ini ayahku tlah mati!! “ sengitku
Aku memutuskan tetap berangkat ke ITB dengan membawa kemarahan. Ibu sempat membrikanku sedikit ongkos dan jajan seminggu. Aku tak sudi pamit pada ayah. Hatiku sakit. Berangkatlah aku dengan kapal “ombak baguluang’” menuju Jakarta. Selama 3 tahun lebih aku kuliah sambil mebanting tulang setiap ahri. Aku tak sudi minta dana dari ayah. Sesekali ibu mengirimkanku uang dan sambal rendang. Keluargaku memang tidak terlalu kaya.
Hingga pada suatu waktu aku benar-benar kehabisan dana. Untuk meminjam uang pada teman sekamar rasanya aku malu karena terlalu sering. Aku butuh uang untuk membeli labtop untuk menyelesaikan skripsiku. Karena tak ada Pilihan lain aku menelfon ibu ke rumah. Dan ibu menyanggupinya untuk meminjam uang di bank untuk membeli labtopku.aku sudah bilang tak mau uang dari ayah Esok hari uang sudah aku terima dan labtop langsung ku beli.
Skripsiku selesai lebih cepat. Aku ingin segera wisuda dan mebuktikan pada ayah bahwa aku bisa tanpa uang darinya. Saat aku menelfon ke kampung untuk mengundang ibu dan ayah agar datangke acara wisudaku. Ibu ku menangis.
“Ayahmu sudah meninggal nak. 2 hari yang lalu. Gagal ginjal.terlambat melakukan operasi ibu tak bisa mengabarimu karena kamu sedang ujian. Ibu takut mengganggu konsentrasimu. Sebenarnya ibu tidak meminjam uang ke bank untuk membeli labtop untyukmu. Itu uang dari ayahmu. Ia bilang ke ibu ia dapat gaji tambahan dari direkturnya. Ibi tidak curiga sedikitpun. Dan keadaanmu juga mendesak saat itu. Makanya segera ibuterima dan ibu kirimkan padamu. Tapi akhirnya ibu tahu uang itu sebenarnya untuk biaya operasi ginjal ayahmu. ayahmu selalu merindukanmu nak. Berulang kali ia berkata hal tersebut pada ibu dan adik-adikmu. Ia rela uang operasinya dipakai untuk kesuksesanmu bahkan tanpa memberi kami. Dan akhirnya dua ahri yang lalu ayahmu meninggal karena keterlambatan operasi. Baiay yang menjadi kendalanya nak. Ketahuilah nak ayahmu sangat menyayangimu”
Kata-kata ibu kembali terngiang ditelingaku. Kata-kata itu pulalah yang buatku merasa hampa menghadiri wisuda besok. Ayah tak akan datang.senyumannya empat tahun lalu tak akan pernah lagi ku lihat Kata maaf atas kedurhakaanku juga tak akan pernah aku dapatkan. Kelu dan pilu malam yang dingin membungkus kesedihan hatiku.. Airmataku meleleh tiada henti.
Cacang tinggi,Jumat 10 desember 2010, 23;12
Andre Febra Rilma